Setelah melalui proses yang cukup panjang, mulai dari mengikuti sosialisasi lomba, pengumpulan proposal dan kemudian digembleng oleh para pakar dalam GPIR akhirnya penelitian siswa DIY berhasil meraih beberapa penghargaan dalam ajang OPSI (Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia).
Opsi adalah sebuah ajang kompetisi yang diselenggarakan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (KEMDIKBUD) untuk siswa yang memiliki minat dalam bidang penelitian dengan mengirimkan hasil penelitiannya. Tahun 2013 ini panitia menerima tidak kurang dari 1000 naskah (laporan penelitian). Dari jumlah tersebut kemudian di bagi menjadi tiga bidang, yaitu Bidang Sains Dasar, Sains Terapan, dan IPS/ Humaniora. Kemudian 30 naskah dari masing-masing bidang berhak mengikuti babak presentasi poster dan 10 diantaranya kemudian berhak mengikuti babak presentasi di hadapan dewan juri yang terdiri dari para pakar pada bidangnya.
Tahun 2013, DIY diwakili oleh 18 karya penelitian yang tersebar dalam tiga bidang ilmu yang dilombakan. Setelah Mengikuti babak presentasi poster, delapan peserta asal DIY berhasil masuk babak presentasi poster dan mendapatkan dua medali emas, dua medali perak, tiga medali perunggu dan dua penghargaan khusus untuk display dan presentasi terbaik.
MEMBANGGAKAN
Penelitian adalah sebuah proses tanpa akhir. Dapat saja suatu waktu seseorang melakukan sebuah pengamatan dan kemudian dijadikannya sebuah penelitian. Dari penelitian tersebut kemudian Ia dapat mengambil sebuah simpulan tentang sebuah fenomena. Namun pada waktu yang berbeda ada orang lain yang melakukan penelitian tentang fenomena yang sama dan ternyata simpulan yang didapatnya mengoreksi atau bahkan tidak jarang mematahkan simpulan sebelumnya. Dengan kata lain teori yang satu dapat mematahkan teori sebelumnya, begitulah Karl Popper mengilustrasikan bagaimana sebuah teori terbentuk dan kemudian digunakan dalam kehidupan. Tidak ada simpulan akhir dari sebuah penelitian.
Apa yang sudah dilakukan oleh ke 18 finalis OPSI dari DIY dan juga finalis OPSI dari seluruh Indonesia ini sungguh membanggakan, karena di usianya yang masih belia mereka sudah menemukan berbagai temuan ilmiah dalam bidang yang beragam. Tentunya hal ini patut mendapat apresiasi setinggi-tinggi dari semua pihak.
Seperti penelitian Galih dan Tito, yang berhasil menemukan rumus matematika yang kemudian dinamakan Quadratic Tools. Atau penelitian tentang sejarah dan makna dibalik adanya tiga makam di Imogiri dan penelitian tentang diskriminasi yang terjadi disalah satu daerah yang ada di DIY terhadap warga pendatang. Bagi saya semuanya layak menjadi juara, karena mereka mampu merespon apa yang ada dilingkungannya dengan logika ilmiah. Hal ini belum tentu mampu dilakukan oleh orang yang lebih tua atau memiliki pendidikan yang lebih tinggi.
Bukan hanya temuannya yang membanggakan, tetapi juga bagaimana cara dan sikap mereka yang secara jantan mau mengakui kelemahannya atau keterbatasannya. Hal ini mungkin agak sedikit kontras dengan perilaku politisi dalam negeri. Tapi mari tinggalkan pembahasan tentangnya, karena di Indonesia masih banyak anak-anak bangsa yang memiliki potensi untuk menjadikan Indonesia lebih baik di masa yang akan datang. [Ujang Fahmi]