Amel (tengah) bersama rekannya Kris (sebelah kanan) peraih medali emas OPSI (Olimpiade penelitian Siswa Indonesia) tahun 2012 dan ISPRO (International Science Project Olympiad) tahun 2013. Berfoto bersama pengunjung pameran penelitian di balairung Universitas Indonesia dalam ajang 1st ISPrO [Foto: @dydhn]
Dunia penelitian itu misterius, tetapi dapat dipecahkan dengan logika – Amelia Nugrahaningrum
Kalimat tersebut melintas begitu saja ketika saya hendak menuliskan profile yang satu ini. Misteri dan logika memang lekat dengan dunia penelitian. Sesuatu yang belum diketahui – diteliti – dan kemudian menjadi sebuah pengetahuan baru.
Amelia Nugrahaningrum atau Amel, anak pertama dari dua bersaudara ini lahir di Sleman, pada tanggal 21 Desember 1994. Siswi SMAN 1 Yogyakarta, peraih medali emas OPSI (Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia) dan ISPrO (International Science Project Olympiad). Lulus SMA pada tahun 2013 dan sudah diterima di fakultas Biologi UGM, sesuai dengan cita-citanya.
Baginya, dunia penelitian bukan hal baru. Karena dia sudah mengenal dunia ini sejak kelas 2 SMP. Tidak heran jika sampai saat ini Amel sudah memiliki banyak prestasi dari penelitian yang sudah dilakukannya.
Menjadi juara hibah riset kabupaten Sleman pada tahun 2010, juara 3 LKIR (Lomba Karya Tulis Ilmiah Remaha) yang diselenggarakan oleh LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) pada tahun 2011. Menjadi finalis ISEF (International Science and Engineering Fair) yang diselenggarakan oleh Intel di Amerika pada tahun 2012. Meraih medali emas dan penghargaan sebagai presentator terbaik di dalam ajang OPSI (Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia) pada tahun 2012 yang diselenggarakan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayan Indonesia. Pada tahun 2013 dia berhasil memperoleh medali emas ajang ISPrO (International Science Project Olympiad) bidang environmental biology, yang diselenggarakan oleh PASIAD (Pacific Countries Social and Economic Solidarity Association) Indonesia yang bekerja sama dengan Kementrian Pendidikan dan Kebudayan Indonesia.
Senang dan bangga, ungkapnya ketika saya tanyakan tentang bagaimana perasaannya mendapatkan dua medali emas secara beruntun dari dua ajang kompetisi penelitian siswa paling bergengsi di Indonesia dan Internasional. Hal ini dia katakan tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Ada orang tua saya yang selalu memberikan support, pembimbing, teman dan juga lingkungan yang mendukung. Semua dukungan tersebut yang membuat saya dapat melakukan penelitian.
Sampai saat ini penelitian yang sudah pernah dilakukannya antaralain: Pertama, membuat lotion anti nyamuk dari daun papaya. Kedua, penelitian tentang perpustakaan digital yang dilakukan sebagai tugas wajib dari sekolah. Ketiga, penelitiannya adalah merancang dam pemecah lahar dingin. Penelitiannya yang keempat adalah melakukan pemetaan kualitas air suang bedog (salah satu sungai yang ada di Yogyakarta) dengan menggunakan keanekaragaman macroinvertabrata yang ada di sungai. Penelitian yang terakhir inilah yang membuatnya meraih emas OPSI dan ISPrO.
Semua prestasi yang sudah diraihnya bukan sesuatu yang instant. Ada proses panjang yang dilaluinya. Khusus untuk penelitian yang disebut terakhir, dia kerjakan bersama rekan penelitiannya (Kris) selama 1,5 tahun, sejak kelas 2 SMA. Menyusuri Sungai Bedog untuk mendokumentasikan kualitas air dan macroinvertabrata. Amel tetap mengalami kesulitan, ketika hewan yang dicari sudah didapatkan.
Selain memiliki kemauan dan semangat yang kuat untuk menyelesaikan penelitiannya, Amel juga mengikuti beberapa kali pelatihan penelitian. Salah satunya yang diselenggarakan oleh Kementrian Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (DIKPORA) Daerah Istimewa Yogyakarta yang dilaksanakan oleh Tim dari Sagasitas Journal and Research Center (SORCE). Saya mengikuti Gladi Penelitian Ilmiah Remaja (GPIR) dan Sagasitas Research Exhibition (SRE). Dua kegiatan tersebut banyak membantu saya dalam menyelesaikan penelitian. Karena disana, saya mendapat materi tentang penelitian dari para pakar dan juga mendapatkan bimbingan dan pembimbing yang dapat dihubungi sewaktu-waktu.
Menikmati Misteri
Kendala bukannya tidak ada, tetapi dinikmati saja karena prosesnya memang begitu. Seperti ketika kami mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi macroinvertabrata dari Sungai Bedog karena kebanyakan berupa larva, namun setelah dilakukan dengan hati-hati dan teliti akhirnya selesai juga, lugas Amel.
Selain itu, saya kan masih sekolah dan juga mengikuti les mata pelajaran setelah kelas tiga. Otomatis waktu untuk penelitian jadi terbatas, karena harus dibagi-bagi untuk beberapa kegiatan. Saya harus menentukan prioritas yang berebeda tiap bulannya. Ketika ada ujian sekolah maka saya tidak melakukan penelitian, dan sebaliknya, ketika harus melakukan penelitian maka saya harus konsisten memanfaatkan waktu setelah sekolah untuk meyelesaikannya. Hasilnya cukup memuaskan, karena saya tidak pernah keluar dari rangking 10 besar di kelas dan juga mendapat beberapa prestasi dalam bidang penelitian.
Bagi Amel, semua ada konsekuensinya. Namun ketika kita mau melakukannya, maka kita harus konsisten dengan dengan kemauan tersebut. Kendala pasti ada, namun cara mengatasinya juga pasti banyak.
Kemampuan bahasa inggris saya kurang baik, maka saya cukup kesulitan ketika harus menuliskan laporan penelitian dalam bahasa inggris untuk ajang ISPrO. Namun pembimbing saya menyarankan untuk membuat laporan dalam bahasa indonesia terlibih dahulu dengan baik dan benar. Karena bahasa Indonesia adalah bahasa yang sangat teknis. Ternyata hal tersebut sangat membantu. Membuat kalimat yang efektif dan memudahkan saya ketika harus menulisnya dalam bahasa inggris, tambah Amel.
Tentang ide penelitian, Amel mengaku mendapatkannya dari hal-hal yang dekat dengan kehidupan atau dari pengalaman yang dialaminya sendiri. Seperti penelitian tentang kualitas air Sungai Bedog, Ia memperoleh ide tersebut karena saat kecil sering diajak jalan-jalan atau main kesana (Sungai Bedog). Selain itu, hobi jalan-jalannya juga membantu. Ketika saya melakukan hal yang saya senangi hal itu tidak akan menjadi beban. Dunia penelitian itu misterius, tetapi dapat dipecahkan dengan logika, tentu jika kita tidak berhenti saat mendapati sebuah kendala. Tutupnya. [@eppofahmi]